Hakim Bermutu dengan Iman dan Ilmu
Oleh : Ahmad Zuhri, S.H.I., M.Sy
(Hakim Pengadilan Agama Praya)
Persoalan penegakan hukum tidak terlepas dari peran hakim sebagai ujung tombak penegakan hukum di indonesia. Hakim menjadi ukuran baik tidak nya wajah hukum disuatu negara. Beberapa waktu yang lalu detik.com memuat sebuah berita yang menyatakan investor Jepang kaget karena ada hakim RI yang korupsi. Kekagetan Jepang ini terungkap dalam rangkaian acara training ‘Study for the amandement to the law’ sehingga menyebabkan ada kekhawatiran yang tinggi bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi mengingat hakim yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakkan hukum justeru malah terlibat dalam pelanggaran hukum apalagi terlibat dalam kasus korupsi sebagaimana yang belakangan banyak terjadi. Hal ini tentu menjadi cambuk pemicu dan pemacu bagi para hakim untuk terus berbenah.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan di lingkungan Pengadilan baik untuk para hakim maupun aparatur peradilan, pada tanggal 29 September 2016 Mahkamah Agung telah melaunching aplikasi Sistem Pengawasan Mahkamah Agung RI (Siwas Mari) dan MA telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2016 tentang pengawasan dan pembinaan atasan langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Peradilan dibawahnya. Selain MA, Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas eksternal juga telah berupaya untuk menegakkan kehormatan dan martabat prilaku hakim. Penyimpangan ini terkait dengan rusaknya integritas seorang hakim sehingga terjebak dalam perbuatan-perbuatan tercela. Disamping persoalan integritas, hal lain yang banyak mendapat sorotan adalah kemampuan hakim dalam menyelesaikan suatu perkara serta kwalitas putusan hakim.
Kalau boleh merangkum, persoalan-persoalan jabatan hakim ini bermuara pada 3 (tiga) hal yaitu Integritas, Profesionalitas dan Fasilitas. Persoalan integritas dan profesionalitas ini harus dibenahi dari diri hakim sendiri sedangkan menyangkut fasilitas merupakan kewenangan negara untuk menyelesaikannya.
Integritas
Integritas menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Menurut Henry Cloud, ketika berbicara mengenai integritas, maka tidak akan terlepas dari upaya untuk menjadi orang yang utuh dan terpadu di setiap bagian diri yang berlainan, yang bekerja dengan baik dan menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang telah dirancang sebelumnya. Integritas sangat terkait dengan keutuhan dan keefektifan seseorang sebagai insan manusia.
Pribadi berintegritas adalah pribadi yang mempertahankan tingkat kejujuran dan etika yang tinggi dalam perkataan dan tidakannya sehari-hari. Hakim yang berintegritas adalah hakim yang amanah, handal, jujur, bijaksana, dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Landasan dari persoalan integritas ini adalah ajaran agama. Ajaran agama apapun pastilah mengajarkan untuk selalu amanah, menebar kebaikan, kejujuran dan memerintahkan berlaku adil.
Dalam Islam, integritas menjadi hal yang sangat penting. Dikisahkan dalam sebuah riwayat pernah ada seseorang laki-laki ahli maksiat yang menghadap Rasulullah SAW dengan mengakui segala kebiasaan buruknya, laki-laki tersebut kemudian meminta nasehat Rasulullah apa yang harus dilakukan agar menjadi orang baik. Kemudian rasul hanya meminta kepada orang tersebut untuk berlaku jujur. Singkat cerita orang tersebut berubah dari orang yang salah menjadi orang yang sholeh hanya dengan sikap jujur. Lawan dari integritas ini adalah hipocricy yaitu kemunafikan. Hakim harus menghindarkan diri dari kemunafikan. Dalam Islam ada 3 (tiga) ciri munafiq yaitu pertama, apabila bicara ia dusta, kedua, apabila diberi amanat ia khianat dan ketiga apabila berjanji ia ingkari. Akan sangat berbahaya apabila sifat munafiq ini ada pada seorang hakim
Apapun alasannya, Integritas adalah harga mati bagi seorang hakim. Persoalan integritas ini tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai agama, seseorang yang beriman kepada Tuhan prilaku nya akan selalu terkontrol karena ia merasakan kehadiran Tuhan yang selalu mengawasi prilaku dan tindakannya. Untuk mewujudkan integritas ini tentunya harus menanamkan nilai-nilai agama dalam diri seorang hakim. Jadi, landasan untuk membentuk pribadi yang berintegritas adalah iman.
Profesionalitas
Profesionalitas berasal dari kata profesi, secara garis besar merupakan kata sifat yang berarti karakter kerja seseorang dalam menekuni profesinya atau juga kemampuan untuk bertindak secara profesional. Profesionalitas juga menyangkut prihal profesi atau keprofesian yang berkaitan dengan kualitas sikap sang pemangku jabatan terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Ada perbedaan yang sangat signifikan antara profesi dan pekerjaan. Untuk membedakan antara profesi dengan pekerjaan bisa diungkapkan dalam ungkapan sederhana bahwa profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan akan tetapi sebuah pekerjaan belum tentu menjadi profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan sedangkan pekerjaan tidak mempunyai ketentuan seperti itu atau dengan kata lain profesi itu memerlukan pengetahuan dan keahlian (kompeten) khusus sedangkan pekerjaan tidak memerlukan keahlian khusus.
Ada korelasi antara profesi dengan profesionalitas, seseorang yang profesional adalah orang yang menjalankan tugas profesinya dengan benar dan sesuai garis-garis profesionalisme yang berlaku pada profesinya tersebut. Diantara ciri dari seseorang yang profesional adalah bertanggung jawab dengan pekerjaannya, berfikir sistematis dan menguasai materi yang terkait dengan profesinya. Profesionalitas adalah sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya.
Jabatan hakim adalah sebuah profesi bukan sekedar pekerjaan, oleh karena itu hakim dituntut untuk memiliki keahlian dibidang hukum dan disiplin ilmu lainnya serta mampu berfikir sistematis. Dengan ilmu yang luas seorang hakim diharapkan mampu menghadirkan putusan yang berkualitas.
Untuk mewujudkan hakim yang profesional tentulah setiap hakim harus terus belajar dan belajar. Sejalan dengan hal itu Mahkamah Agung RI telah memberikan pelatihan-pelatihan, melakukan sertifikasi hakim, membuat program pendidikan hakim berkelanjutan, memberikan reward bagi hakim yang berprestasi serta banyak lagi yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung RI. Disamping itu juga kiranya perlu mempermudah izin belajar bagi para hakim yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke strata dua (S2) dan Strata tiga (S3).
Hakim yang profesional adalah hakim yang berwawasan luas, mengerti akan tugasnya, menguasai hukum formil dan hukum materiil serta menegrti hukum yang berkembang dan hidup di masyarakat. Singkatnya hakim yang profesional adalah Hakim yang berilmu.
Fasilitas
Para Hakim bisa sedikit lega dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, namun sampai saat ini hal-hal yang sudah diatur dalam PP tersebut tidak sepenuhnya bisa direalisasikan dengan alasan kemampuan keuangan negara. Sebagai ujung tombak dari penegakkan hukum, nasib hakim terkadang sangat memprihatinkan. Dengan fasilitas yang terbatas seorang Hakim berpindah-pindah tugas dari satu provinsi ke provinsi, dari satu pulau ke pulau tanpa fasilitas rumah dinas. Banyak hakim yang harus pulang setiap bulan bahkan ada yang harus pulang setiap minggu demi untuk bisa berkumpul dengan anak dan keluarga, situasi ini tentu menuntut sang hakim untuk pandai-pandai mengatur keuangan dengan baik. Banyak hakim di daerah yang tinggal di rumah kos atau menyewa rumah kontrakan yang sama sekali tidak menjamin keamanan hakim. Sudah banyak cerita bahwa ada hakim yang kamar kosnya bersebelahan dengan kamar kos orang yang berperkara, pemilik rumah kontrakan menjadi pihak yang berperkara, rumah kos atau kontrakan hakim yang tiba-tiba didatangi oleh pihak yang berperkara dan banyak lagi cerita lain yang sangat mengganggu independensi dan membahayakan keamanan hakim. Ada juga cerita tentang hakim yang baru mutasi harus keliling mencari pinjaman motor dan kendaraan lainnya sebagai alat transportasi. Berdasarkan hal itu, setidaknya ada 3 (tiga) fasilitas yang dibutuhkan para hakim dalam menjalankan tugas yaitu fasilitas rumah dinas, jaminan keamanan dan fasilitas transportasi.
Dengan kondisi yang demikian, sebagai manusia biasa para hakim selalu dihantui oleh kekhawatiran dalam memutus perkara. Haruskah keamanan para hakim tergadaikan dengan alasan kemampuan keuangan negara? Sudah saatnya fasilitas para hakim diperhatikan dengan serius. Fasilitas bagi hakim merupakan sesuatu yang pantas bahkan harus segera disediakan bukan untuk kenyamanan hakim juga bukan untuk bentuk kemewahan hidup hakim akan tetapi fasilitas itu untuk menjamin supaya hakim bisa menjalankan tugas dengan baik demi menegakkan hukum dan keadilan. Fasilitas tidak perlu mewah dan mahal, hakim tidak pernah berfikir mereka dikawal oleh brimob, naik kendaraan anti peluru dan tinggal di apartemen mewah. Para hakim hanya berharap supaya negara menyediakan fasilitas yang memadai guna untuk menunjang tugas.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk menjawab persoalan integritas dan profesinalitas hakim diperlukan kekuatan iman dan keluasan ilmu seorang hakim. Berbekal iman dan ilmu maka akan tercipta hakim yang berintegritas dan profesinal serta dengan fasilitas yang memadai hakim bisa menjalankan tugas dengan baik. Semoga dengan hal itu akan tercipta hakim yang berkualitas dan bermutu sebagai benteng terakhir penegakkan hukum.