‘IDDAH TAKHYIIR
(Sebuah Perspektif Berlakunya Masa ‘Iddah bagi Suami)*
Oleh : Erfani, S.H.I., M.E.Sy. **
A. ‘Iddah Suami Perspektif Keadilan Gender; Sebuah Pendahuluan
Sebagai respon terhadap pemahaman ajaran agama Islam yang bias gender, telah muncul gerakan feminisme Islam di Indonesia, yang berlangsung dalam beberapa cara. Pertama, melalui pemberdayaan terhadap kaum perempuan, yang dilakukan melalui pembentukan pusat studi wanita di perguruan-perguruan tinggi, pelatihan-pelatihan gender, baik melalui seminar-seminar maupun konsultasi. Kedua melalui buku-buku yang ditulis dalam beragam tema yang berkaitan dengan perempuan. Ketiga, melakukan kajian historis tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sejarah masyarakat muslim yang berhasil menempatkan perempuan sejajar dengan dengan laki-laki dan membuat mereka mencapai tingkat prestasi yang istimewa dalam berbagai bidang, baik politik, pendidikan, keagamaan, dll. Keempat, melakukan kajian-kajian kritis terhadap teks keagamaan, baik al Quran maupun hadits, yang secara literal menampakkan ketidaksetaraan antara laki dan perempuan.[1]
Salah satu tema yang secara literal (dianggap) mengandung ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan adalah masa ‘iddah yang selama ini berlaku hanya bagi perempuan pasca putusnya perkawinan, sementara laki-laki tidaklah demikian. Kajian pun dimulai dengan mempertanyakan kembali kebersihan rahim wanita (baraaturrahim) sebagai ‘illat dalam berlakunya masa ‘iddah bagi perempuan. Namun jika kebersihan rahim benar sebagai ‘illat, maka kemajuan teknologi khususnya di bidang kedokteran, yang memungkinkan untuk mengetahui kehamilan dalam waktu yang relatif singkat dan dengan hasil yang cukup akurat, menjadi sandungan berlakunya ‘illat tersebut secara mapan. Karenanya ‘illat kebersihan rahim dalam kewajiban ber‘iddah nampaknya tidaklah dapat dipertahankan lagi.[2]
* Tulisan ini disarikan dari Buku “Telaah Hukum Perdata Islam, antara Nash Syariah, Fikih, dan Praktik Peradilan Agama”.
** Penulis adalah Hakim Pengadilan Agama Soreang-Jawa Barat, Penulis Buku “Telaah Hukum Perdata Islam, antara Nash Syariah, Fikih, dan Praktik Peradilan Agama”
[1] Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis: Kajian Perempuan dalam Al Quran dan Para Mufasir Kontemporer, cet.I (Bandung: Nuansa, 2005), h. 47 dst.
[2] Muhammad Isna Wahyudi, Pembaharuan Hukum Perdata Islam, Pendekatan dan Penerapan, (Bandung: CV.Mandar Maju, 2014), h. 55
Selengkapnya KLIK DISINI